Ketika menghabisi basis tentara Jepang di Hollandia (sekarang Jayapura) pada 1944, seorang prajurit dari unit Korps Marinir AS mendapatkan foto ini dari saku perwira Jepang yang telah tewas. Media lantas mengidentifikasinya sebagai Letnan Dua Bill Newton, perwira AS yang ditangkap di Salamaua, Papua Niugini dan dipenggal tentara Jepang pada 29 Maret 1943.

Namun beberapa waktu kemudian, pihak militer Australia mengklaim jika lelaki malang itu adalah Sersan Leonard George “Len” Siffleet dari Second Australian Imperial Force dan bergabung dengan 1st Division Signals Company di Ingleburn. Tidak lama kemudian Sersan Len dipindahkan ke Unit Khusus M dan dikirim ke Hollandia.

Pertengahan September 1943, Len bersama dua anggota KNIL (Tentara Kerajaan Hindia Belanda) Prajurit Pattiwahali dan Prajurit Reharin menyusup ke Aitape, garis belakang Jepang. Tetapi sebulan kemudian nasib naas menghampiri: mereka ditemukan penduduk asli Papua lalu diserahkan kepada pihak militer Jepang.

Selama dalam tahanan Jepang, Len, Pattiwahali dan Reharin diinterogasi secara brutal. Pada pagi hari 24 Oktober 1943, mereka dibangunkan dan disuruh berbaris di Pantai Aitape. Dengan tangan terikat ke belakang dan mata tertutup, mereka lantas diperintahkan untuk berlutut di depan kerumunan prajurit-prajurit Jepang dan para penduduk asli. Seorang prajurit Kaigun (AL Jepang) bernama Yasuno Chikao kemudian mendekati mereka. Cras! Cras! Cras! Tiga kali tebas, Guntō (pedang militer panjang khas Jepang) langsung memisahkan nyawa ketiganya dari jasad.

Yasuno lantas dijatuhi hukuman mati atas kebrutalannya tersebut oleh Mahkamah Militer Sekutu. Namun posisinya kemudia diganti oleh Laksamana Kamada, atasan Yasuno yang memerintahkan pemenggalan itu. Yasuno sendiri hanya mendapat hukuman sepuluh tahun kurungan karena dianggap sebagai operator semata. (hendijo) – facebook @hendijo

By admin

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *