Dari namanya sudah bisa dipastikan pahlawan ini berasal dari pulau Bali. I Gusti Ngurah Rai lahir di desa kecil di Kabupaten Badung, Bali pada 30 Januari 1917. Lahir dari keluarga berdarah bangsawan pasangan I Gusti Ngurah Palung dan I Gusti Ayu Kompyang. Ayahnya merupakan seorang camat petang dan cukup terpandang, makanya I Gusti Ngurah Rai bisa mengenyam pendidikan formal.

I Gusti Ngurah Rai menempuh pendidikan dasar di Hollands Inlandsche School (HIS) yang merupakan sekolah bagi kaum pribumi zaman kolonial Belanda yang berlokasi di Denpasar.

Kemudian beliau melanjutkan bersekolah di MULO yang merupakan sekolah menengah pertama di Malang, Jawa Timur. Ketertarikannya kepada dunia militer membuatnya melanjutkan sekolahnya di Sekolah Kader Militer di Bali pada 1936.

Lulus dalam waktu empat tahun, I Gusti Ngurah Rai dilantik sebagai Letnan II pada tahun 1940. Kemudian ia melanjutkan pendidikan di Corps Opleiding Voor Reserve Officieren (CORO), sekolah militer buatan Belanda, di Magelang.

Berkat kecerdasannya, I Gusti Ngurah Rai dijadikan intel sekutu di daerah Bali dan Lombok semasa penjajahan kolonial Belanda.

Selepas proklamasi kemerdekaan, ia dan rekan-rekannya membentuk Tentara Keamanan Rakyat (TKR) Sunda Kecil dimana I Gusti Ngurah Rai menjadi komandannya.

I Gusti Ngurah Rai kemudian berangkat ke Yogyakarta yang kemudian menunjuknya sebagai Komandan Resimen Sunda Kecil dengan pangkat Letnan Kolonel.

Di bawah I Gusti Ngurah Rai, TKR Sunda Kecil memiliki kekuatan 13,5 kompi yang tersebar di seluruh kota di Bali dan dikenal dengan sebutan Ciung Wanara.

Usaha Belanda melakukan negosiasi dengan I Gusti Ngurah Rai selalu gagal, sementara kekuatan TKR Sunda Kecil tak bisa dianggap remeh.

Akhirnya Belanda melakukan serangan besar pada 20 November 1946 dengan mengarahkan bantuan pasukan dari Lombok dan juga serangan pesawat udara.

Melihat perang yang tak seimbang, seketika I Gusti Ngurah Rai pun memerintahkan pasukannya untuk melakukan Puputan atau bertarung hingga titik darah penghabisan.

Dalam perang tersebut, I Gusti Ngurah Rai bersama 95 orang pasukannya tewas dalam pertempuran ini. I Gusti Ngurah Rai gugur dalam usia 29 tahun dan kemudian dimakamkan di Buleleng, Bali.

Jasanya yang begitu besar bagi negeri diabadikan menjadi sebuah nama tempat dan jalan. Di Bali, nama I Gusti Ngurah Rai diabadikan menjadi nama bandara, nama universitas, nama stadion, serta kapal Angkatan Laut Indonesia. Pada banyak jalan di kota besar di Indonesia, nama I Gusti Ngurah Rai juga dilekatkan. Nama I Gusti Ngurah Rai tidak bisa dipisahkan dari berdirinya republik ini. [IS/berbagaisumber, foto: istimewa]

By admin

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *