Kiprah pianis legenda Bubi Chen tidak bisa dipungkiri ikut mewarnai sejarah perjalanan musik Jazz Indonesia. Dibesarkan dalam lingkungan keluaga yang mayoritas seniman mempengaruhi minat dan bakat Bubi. Sang ayah, Tan Khing Hoo, melihat bakat pada anaknya yang kala itu berumur 5 tahun dan langsung mengirimnya ke Lucia, seorang pianis berkebangsaan Italia, untuk belajar piano.
Saat itu Bubi belum bisa membaca apalagi memahami not balok. Meskipun begitu, Bubi Chen bisa mengikuti pelajaran yang disampaikan oleh Lucia karena Bubi Chen sudah terbiasa melihat kakak-kakaknya, Jopie Chen dan Teddy Chen, saat sedang berlatih piano. Bubi Chen belajar pada Di Lucia hingga tahun kemerdekaan Indonesia.
Setelah itu, Bubi Chen mengikuti kursus piano klasik dengan pianis berkebangsaan Swiss bernama Yosef Bodmer. Suatu ketika Bubi Chen tertangkap basah oleh Yosef Bodmer ketika sedang memainkan sebuah aransemen jazz. Bukannya marah, Yosef Bodmer justru berucap, “Saya tahu jazz adalah duniamu yang sebenarnya. Oleh karena itu, perdalamlah musik itu”.
Di umur 12 tahun, Bubi Chen sudah mampu mengaransemen karya-karya Beethoven, Chopin, dan Mozart ke dalam irama jazz. Bubi Chen menilai musik jazz memiliki kebebasan dalam menuangkan kreativitas dibanding musik klasik dengan kaidah-kaidahnya sendiri.
Beberapa waktu kemudian Bubi mulai mempelajari jazz secara otodidak. Ia mengikuti kursus tertulis pada Wesco School of Music, New York antara tahun 1955-1957. Salah seorang gurunya adalah Teddy Wilson, murid dari tokoh swing legendaris Benny Goodman.
Kegilaannya terhadap musik Jazz menggerakan Bubi untuk membuat sebuah grup musik yang kala itu dinamakan “The Circle” bersama Maryono (saksofon), F.X. Boy (bongo), Zainal (bass), Tri Wijayanto (gitar) dan Koes Syamsudin (drum).
Dalam perjalanan karir bermusiknya, Bubi juga berkolaborasi dengan musisi bertalenta lainnya seperti Jack Lesmana, Maryono, Kiboud Maulana, Benny Mustapha dan kakaknya Jopie Chen. Dalam kelompok Indonesian All Stars ini malah sempat berangkat dan tampil di Berlin Jazz Festival pada tahun 1967. Setelah itu mereka rekaman dan menelorkan album yang kini menjadi barang langka, “Djanger Bali”. Album ini digarap bersama seorang klarinetis ternama asal Amerika Serikat, Tony Scott. Bubi Chen juga pernah membuat rekaman jazz bersama Nick Mamahit dan diproduseri Suyoso Karsono atau yang akrab dipanggil mas Yos.
Pada tahun 1959, bersama Jack Lesmana, ia membuat rekaman di Lokananta. Rekamannya yang bertitel Bubi Chen with Strings pernah disiarkan oleh Voice of Amerika dan dikupas oleh Willis Conover pada tahun 1960, seorang kritikus jazz ternama dari AS.
Kepiawaian Bubi mendapat pujian Willis Conover, ia menyebut Bubi sebagai The Best Pianist of Asia (tahun 1960 Bubi berusia 22 tahun). Ditahun tersebut Bubi juga pernah membentuk “Chen Trio” bersama saudaranya Jopie dan Teddy Chen pada tahun 1950-an. Dan pada tahun yang sama ia juga bergabung dengan “Jack Lesmana Quartet” yang kemudian berganti menjadi Jack Lesmana Quintet.
Bubi merupakan pribadi yang terbuka dan suka berbagi. Saat menetap di Surabaya, Bubi Chen menularkan ilmu yang dimilikinya. Ada beberapa di antaranya cukup dikenal antara lain Abadi Soesman, Hendra Wijaya, Vera Soeng dan Widya Kristianti.
Pada pertengahan tahun 1976, Bubi merilis rekamannya yang berjudul Kau dan Aku, bersama Jack Lesmana, Benny Likumahuwa, Hasan, dan Embong Rahardjo. Selain itu, ada dua buah rekaman lain yang eksotik, berupa eksperimen jazz dengan beat reog. Sedangkan pada tahun 1984, bersama pemain-pemain jazz seperti John Heard, Albert Heath, dan Paul Langosh, ia membuat rekaman di Amerika dan diedarkan di Indonesia. Rekaman itu diberi judul Bubi di Amerika.
Bubi Chen telah merilis banyak album, beberapa di antaranya: Bubi Chen And His Fabulous 5, Mengapa Kau Menagis, Mr.Jazz, Pop Jazz, Bubi Chen Plays Soft and Easy, Kedamaian (1989), Bubi Chen and his friends (1990), Bubi Chen – Virtuoso (1995), Jazz The Two Of Us (1996), All I Am (1997) dan banyak lagi.
Beberapa catatan kritikus musik yang sempat terekam diantaranya tulisan musisi asal Bandung, Harry Roesli. Kang Harry pernah menulis:
“Bayangkan, sebuah otonomi estetik kecapi-suling disusupi secara indah oleh Bubi Chen dengan bentuk improvisasi dan subtitusi jazz. Bayangkan sebuah harmoni sakral dan hampir minimalis, dibayangi oleh idiom-idiom jazz dari permainan Bubi Chen dengan akur-akur seluas-luasnya, bahkan dengan teknik super-impossion yang demikian modern. Secara teknik saja, hal itu sudah menarik. Tetapi ini lebih dari itu, Bubi Chen total, lentur, “kawin” dengan pakem-pakem kecapi-suling, tanpa menghilangkan karakter dia yang kuat, juga kentalnya sentuhan dan rasa seorang Bubi Chen. Makanya, hal ini bisa disebut “Hebat””— Harry Roesli, 4 September, 1989,
Pada tahun 2004, Bubi Chen menerima penghargaan Satya Lencana pengabdian seni dari mantan presiden Megawati. Setahun kemudian, pada tahun 2005, musisi yang juga pengusaha Peter F. Gontha memberikan penghargaan sebagai musisi Jazz Living Legend kepada Bubi Chen saat Java Jazz Festival.
Bubi Chen juga mendapatkan Life Achievement Award dari gubernur Jawa Timur karena dinilai telah memperkenalkan Surabaya ke dunia internasional melalui musik jazz. Penghargaan tersebut diberikan pada gelaran Wismilak The Legend of Jazz yang diadakan pada awal tahun 2010.
Pada tanggal 16 Februari 2012, Bubi Chen meninggal dunia pada usia 74 tahun di Rumah Sakit Telogorejo, Semarang setelah cukup lama mengidap penyakit diabetes melitus. Sang legenda Bubi Chen dimakamkan di kota kelahirannya di Surabaya. [wiki/indS/foto: istimewa]