Pada masa kolonial, Belanda memperingati hari jadi Kota Batavia tiap akhir Mei dengan dasar bahwa pada akhir Mei 1619, Gubernur Jenderal Jan Pieterszoon Coen menaklukkan Jayakarta. Karena itu pula, pada tahun 1869, saat peringatan 250 tahun usia Batavia, Belanda membangun monument J. P. Coen – di sekitaran, Jalan Lapangan Banteng, Jakarta Pusat. Patung yang menjadi simbol dimulainya penjajahan Belanda itu dihancurkan pada masa pendudukan Jepang (1942-1945).
Sejalan dengan perkembangan Jakarta, wali kota Jakarta saat itu, periode 1953-1958, Sudiro, menyadari perlunya peringatan ulang tahun untuk kota ini yang berbeda dengan peringatan berdirinya Batavia.
Maka, ia pun memanggil sejumlah ahli sejarah, seperti Mr. Mohamad Yamin dan Mr. Dr. Sukanto serta wartawan senior Sudarjo Tjokrosiswoyo untuk meneliti kapan Jakarta didirikan oleh Fatahillah.
Kala itu, Sudiro berkeyakinan bahwa tahunnya adalah 1527. Alhasil yang menjadi pertanyaan adalah hari, tanggal, dan bulan lahirnya Kota Jakarta.

Mr. Dr. Sukanto menyerahkan naskah berjudul Dari Jayakarta ke Jakarta. Dia menduga bahwa 22 Juni 1527 adalah hari yang paling dekat pada kenyataan dibangunnya Kota Jayakarta oleh Fatahillah
Naskah tersebut kemudian diserahkan oleh Sudiro kepada Dewan Perwakilan Kota Sementara untuk dibahas, yang kemudian langsung bersidang dan menetapkan bahwa 22 Juni 1527 sebagai berdirinya Kota Jakarta.
Tepat pada 22 Juni 1956, Sudiro mengajukannya dengan resmi pada sidang pleno dan usulnya itu diterima dengan suara bulat.
Selanjutnya, sejak saat itu, tiap 22 Juni diadakan sidang istimewa DPRD Kota Jakarta sebagai tradisi memperingati berdirinya Kota Jakarta.
Ada juga pendapat yang mengatakan bahwa dipilihnya 22 Juni 1527 karena saat itu merupakan Maulid Nabi Muhammad SAW. Setelah berhasil mengusir Portugis dari Sunda Kalapa, Fatahillah sebagai panglima Kesultanan Demak mengubah Sunda Kelapa menjadi Jayakarta. [bbs/is/foto:istimewa]